BURONAN

Latar Belakang

Bahwa ada seseorang yang melakukan penandatanganan surat Kuasa dimana waktu penandatanganan Surat kuasa tersebut seseorang itu terdaftar sebagai Buronan. Pemberian surat kuasa tersebut untuk kepentingan pendaftaran gugatan/ kasasi.


Permasalahan


  1. Dapatkah seseorang yang berstatus DPO melakukan penandatanganan surat kuasa?
  2. Bagaimana ke absahan suatu gugatan/ kasasi dari seorang DPO?

Dasar Hukum/Teori


  1. 1.    KUHPerdata:

–  Pasal 1792 menyatakan :

“Pemberi kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan”

–  Pasal 1329 menyatakan :

“Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tak cakap.”

–  Pasal 1330 menyatakan:

“Tak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah ;

  1. Orang-orang yang belum dewasa;
  2. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;
  3. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.”

2. Undang-Undang No. 8 Tahun 2003 tentang Advokat

–  Pasal 1 ayat 2 menyatakan :

“Jasa Hukum adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien”

–  Pasal 1 ayat 2 menyatakan :

”Klien adalah orang, badan hukum, atau lembaga lain yang menerima jasa hukum dari Advokat.”

 

 

Pembahasan


Setiap orang dapat melakukan memberikan kuasa kepada orang lain dengan suatu persetujuan. Kecuali adanya aturan hukum yang melarangnya. DPO adalah daftar pencarian orang yang dikeluarkan oleh pihak berwenang yaitu kepolisian. Yang mana orang tersebut mempersulit kepolisian dalam hal mengusut suatu perkara pidana.

Sesuai dengan Pasal 1792 KUHPerdata berkaitan dengan pemberian kuasa, maka orang yang memberikan kuasa untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan dapat dilaksnanakan jika ada persetujuan yang menerima kuasa. Jika kita melihat dari pemberi kuasa dalam hal ini adalah seorang DPO maka apakah cukup cakap dalam memberikan kuasa kepada orang lain.

Berdasarkan pasal 1329 menyatakan “Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tak cakap.” Oleh karena undang-undang menyatakan setiap orang adalah cakap, kecuali ada uandang-undang yang menyatakan tidak cakap maka orang tersebut tidak dapat melakukan perikatan.

Dalam hal ini adanya seorang berstatus DPO melakukan perikatan berupa surat kuasa, maka dapat kita lihat kategori sebagai orang tak cakap untuk membuat suatu perjanjian sesuai dengan Pasal 1330 KUHPerdata. Dimana tidak ada larangan yang jelas mengenai DPO tidak boleh menandatangani surat kuasa dalam mewakili kepentingan orang tersebut. DPO adalah setatus ke pidanaan dan belum masuk kategori putusan yang berkekuatan hukum tetap sebagai orang yang sedang menjalani hukuman. Gugatan/ kasasi merupakan perbuatan keperdataan. Seorang yang sedang menjani proses pidana tidak berarti menghapus hak keperdataanya. Oleh karenanya proses penandatangan surat kuasa tidaklah bertentangan dengan proses pidana seseorang.

Dikarenakan gugatan/ kasasi adalah perbuatan keperdataan seseorang maka sah saja jika seorang DPO mengajukan gugatan/ kasasi. Proses DPO seseorang harus di selesaikan melalui  proses peradilan pidana. Sehingga tidak ada keterkaitan secara langsung dengan proses gugatan/ kasasi seseorang. Di karenakan hak keperdataanya belum di cabut oleh undang-undang.


Kesimpulan

 

  1. Bahwa DPO tidak menghapus hak keperdataan seseorang maka seorang yang berstatus DPO melakukan proses penandatangan surat kuasa;
  2. Bahwa gugatan/ kasasi merupakan perbuatan keperdataan maka soerang yang berstatus DPO dapat saja melakukan pengajuan gugatan/ kasasi;

[SB]

Post a comment or leave a trackback: Trackback URL.

Tinggalkan komentar